Gerakan Aceh Merdeka, atau GAM adalah salah satu dari gerakan separatis yang mengancam integritas wilayah Indonesia yang muncul dalam sejarah kontemporer Indonesia. Konflik antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah Indonesia berlangsung selama hampir tiga dekade dari tahun 1976-2005 dan memakan korban jiwa yang tidak sedikit. Salah satu momen yang paling menentukan dalam konflik adalah ketika rezim Orde Baru runtuh. Keruntuhan Rezim Orba pada 1998 memang ditandai dengan meletusnya pelbagai konflik sektarian di daerah-daerah.
Latar Belakang
Baca juga : Pulau Nias : Melihat Lebih Dalam Budaya Suku Nias
Konflik di Aceh bermula dari beberapa faktor utama termasuk penganiayaan historis. Perbedaan pendapat mengenai hukum Islam, ketidakpuasan terhadap distribusi kekayaan sumber daya alam Aceh, dan peningkatan jumlah orang Jawa di Aceh.
Pada masa Penjajahan Belanda pada tahun 1800-an, Aceh merupakan pusat perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda. Mereka adalah salah satu Masyarakat Indonesia terakhir yang menyerah pada pemerintahan kolonial dan hanya setelah kampanye brutal selama 30 tahun. Perang Aceh pada tahun 1873–1903. Ketika Belanda menyerahkan kedaulatan wilayah jajahannya, pemerintahan Aceh diserahkan kepada Indonesia dan GAM menyatakan bahwa hal ini dilakukan tanpa berkonsultasi dengan pihak berwenang Aceh. Daud Beureueh melancarkan pemberontakan bersenjata yang berakhir dengan pemberian status khusus kepada Aceh oleh Presiden Sukarno. Namun Presiden Sukarno tidak mengizinkan Aceh menerapkan syariah hukum pada masa pemerintahannya (1945-1967). Karena keyakinannya yang kuat terhadap pemisahan agama dan negara.
Termotivasi oleh penemuan cadangan gas yang besar di Lhokseumawe. Mantan Darul Islam “menteri luar negeri”, Hasan di Tiro mendirikan Gerakan Aceh Merdeka pada bulan Desember 1976. Gerakan kecil ini melakukan serangan pertamanya terhadap para insinyur Mobil pada tahun 1977, menewaskan seorang insinyur Amerika. Akibat kejadian ini, GAM mendapat perhatian pemerintah pusat yang mengirimkan satuan kecil pasukan kontra-pemberontakan yang berhasil menumpas GAM. Di Tiro hampir terbunuh dan terpaksa mengungsi ke Malaysia sementara semua anggota kabinetnya dibunuh atau terpaksa mengungsi ke luar negeri pada tahun 1979.
Penyelesaian
Pada 26 Desember 2004, bencana gempa bumi dan tsunami besar menimpa Aceh. Kejadian ini memaksa para pihak yang bertikai untuk kembali ke meja perundingan atas inisiasi dan mediasi oleh pihak internasional. Selanjutnya, tanggal 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah RI memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Pada 17 Juli 2005, setelah berunding selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantta, Finlandia. Penandatanganan kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN. Semua senjata GAM yang berjumlah 840 diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian, pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan Dawood, menyatakan bahwa sayap militer Tentara Neugara Aceh (TNA) telah dibubarkan secara formal.
Kesimpulan
Gerakan Aceh Merdeka merupakan salah satu babak penting dalam sejarah Indonesia. Konflik yang panjang dan kompleks ini telah meninggalkan bekas luka mendalam bagi masyarakat Aceh. Namun, dengan semangat perdamaian dan rekonstruksi, Aceh kini telah bangkit dan menjadi contoh bagi daerah-daerah lain di Indonesia dalam mengatasi konflik.